Focus Group Discussion terkait Perencanaan dan Pengembangan IKN
ITB-MIT-Bappenas Kembali Menyelenggarakan Focus Group Discussion terkait Perencanaan dan Pengembangan IKN
Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Kementerian PPN/Bappenas kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pertukaran ide terkait perencanaan dan pengembangan Ibu Kota Baru/Ibu Kota Negara (IKN). Acara tersebut dilaksanakan pada Selasa (2/10) pukul 08.00 WIB atau 09.00 PM (Boston Time). Dalam FGD kali ini, topik yang dibahas adalah “New Capital City Building: A New Powerhouse for Social dan Regional Development”. Acara ini turut dibuka dan dihadiri oleh Dekan SAPPK ITB, Ibu Dr. Sri Maryati, S.T., MIP dan diisi oleh berbagai narasumber Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Timur (Prof. Dr. Ir. H. M. Aswin, MM), Direktur Regional II Bappenas RI (Mohammad Roudo, ST, MPP, Ph.D), Ford International Professor of Urban Development and Planning in the Department of Urban Studies and Planning at MIT (Prof. Bish Sanyal), serta dimoderatori oleh Ketua Prodi Magister dan Doktor Perencanaan Wilayah dan Kota ITB (Prof. Dr. Delik Hudalah, S.T., M.T., M.Sc).
Pemaparan pertama disampaikan oleh Bapak Mohammad Roudo dari Bappenas dengan topik relokasi Ibu Kota Negara. Dalam pemaparan ini Bapak Roudo menyebutkan bahwa Relokasi IKN menjadi salah satu dari 6 strategi untuk pemulihan ekonomi dari disrupsi pandemi COVID-19. Strategi ini dinilai berpotensi sebagai new engine growth serta menyeimbangkan keseimbangan ekonomi daerah. “Ekosistem pusat ekonomi IKN memberikan kesempatan unik untuk membangun fondasi untuk mencapai visi indonesia 2045”, ujar Bapak Roudo. Ekosistem pusat ekonomi IKN ini memiliki empat pilar, yaitu 1.) pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, 2.) pembangunan ekonomi berkelanjutan, 3.) pemerataan pembangunan, 4.) memperkuat ketahanan dan tata kelola nasional. Rencananya IKN akan memiliki luas wilayah delineasi sebesar 256.000 Hektar, dan memiliki pusat yaitu KIKN dengan luas delineasi 5.600 Ha. IKN akan menjadi economic superhub yang akan terintegrasi secara lokal, terhubung secara global dan terinspirasi secara universal.
Pada sesi selanjutnya, pemaparan disampaikan oleh Bapak Prof. Aswin dari Bappeda Kalimantan Timur. Topik yang diangkat dalam pemaparannya adalah “A New Power House in the Lung of The Planet: The Case of East Kalimantan”. Prof Aswin dalam pemaparannya menyoroti IKN berdampak meningkatkan investasi hingga sebesar 47,7% di Kalimantan Timur, 34,5% di Pulau Kalimantan. Selain di Pulau Kalimantan, kesempatan investasi juga meningkat di wilayah sekitarnya seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan wilayah lainnya di Pulau Sulawesi. Berdasarkan linimasa ekonomi Kalimantan Timur, sejak 1970 hingga saat ini dikuasai oleh Industri Minyak dan Batu Bara. Namun mulai tahun 2010-2030 transformasi ekonomi terus digalakkan untuk menjadi Industri Manufaktur berbasis energi terbarukan, dan pada tahun 2030-2050 ekonomi Kalimantan Timur ditargetkan berbasis inovasi dan teknologi. Dengan adanya pengembangan IKN, beberapa sektor ekonomi yang diberprospek berkembang di Kalimantan Timur diantaranya adalah perdagangan dan jasa, minyak dan batu bara, pariwisata, transportasi, pertanian hingga industri kreatif.
Sesi presentasi terakhir disampaikan oleh Prof. Bish Sanyal dari MIT yang memberikan pandangan terkait dengan Perencanaan Antisipatori terkait dengan IKN dan Ekonomi Informal. Munculnnya aktivitas ekonomi informal pada pemindahan ibu kota negara ini juga terjadi di India, untuk itu Prof. Bish menyampaikan hal yang dapat diantisipasi oleh Indonesia. “Semakin dinamis ekonomi Kalimantan, semakin besar kemungkinannya untuk memiliki ekonomi informal, hal tersebut dikarenakan perekonomian formal dan informal saling berhubungan, tidak terpisah sama sekal” ujar Prof. Bish. Ada beberapa tantangan yang perlu dijawab seperti memastikan penduduk migran tidak memenuhi pasar tenaga kerja, memastikan perusahaan tidak mempekerjakan tenaga kerja informal, memastikan perumahan untuk MBR, menciptakan lapangan kerja formal bagi penduduk Kalimantan saat ini dan memastikan transportasi umum memadai. Pada akhir sesi, Prof Bish menyampaikan apabila kebijakan publik preventif tidak berjalan sepenuhnya, kebijakan kuratif dapat menjadi solusi untuk memformalkan informal karena kebijakan ini berorientasi pada penawaran dan permintaan. Lebih lanjut Prof Bish menjelaskan koordinasi dari berbagai pihak untuk mewujudkan kebijakan ini.
Dalam Acara FGD ini juga terdapat sesi diskusi dengan pembahas Wakil Ketua Komisi X DPR, Ibu Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian MPP. Diskusi tersebut merespon materi-materi yang telah dibahas oleh 3 pembicara sebelumnya dan implikasinya terhadap pengembangan IKN di Kalimantan Timur. Sesi tersebut dilanjutkan dengan tanya jawab dari peserta FGD lainnya yang berasal dari ITB, MIT dan Bappenas, kemudian Acara FGD ini ditutup dengan penarikan kesimpulan oleh moderator serta closing remarks dari para pembicara dan pembahas.