Tanggapan Iwan Sudradjat pada Rangkaian Kuliah Daring LSAI 2020
Rangkaian Kuliah Daring Penjelajahan Arsitektur Indonesia diselenggarakan oleh Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia (LSAI) seri kelima pada 24 Oktober 2020 mengundang Prof. Stephen Cairns yang menyampaikan paparannya berjudul Architecture as Instrument. Di akhir rangkaian kuliah daring ini, diadakan kuliah penutup yang berisi Rangkuman Tanggapan pada Rangkaian Kuliah Daring LSAI 2020.
Yang menarik perhatian saya dari kuliah Prof. Stephen Cairns bukanlah tentang substansi yang dibahasnya, melainkan cara berpikir yang dikembangkannya yang sekilas seperti tidak memiliki urutan logis. Berangkat dari isu tentang tantangan yang dihadapi para arsitek dan perencana kota di Indonesia, Asia Tenggara, dan Unit Ekologis M. Asia, melompat ke isu tentang otoritas dan instrumentalitas, melompat lagi ke isu tentang fasad kelima dan keenam yaitu atap dan lantai atau fondasi, kemudian melompat ke studi relief Candi Tegowangi (candi-candi di Jawa Timur) dan berakhir di proyek pembangunan permukiman yang ditanganinya yaitu Expandable House dan Agropolitan Settlement System.
Cara berpikir ini mengingatkan saya pada cara berpikir bebas yang disebut dengan lateral thinking sebagai lawan dari cara berpikir rigid yang disebut dengan vertical thinking. Untuk menstimulasi berpikir kreatif, maka lateral thinking pada ujung ekstrimnya memungkinkan kita untuk melakukan asosiasi acak, atau pada kondisi yang lebih umum melakukan asosiasi perbandingan seperti analogi dan metafora.
Prof. Stephen Cairns nampaknya menggunakan cara berpikir hibrida antara vertical thinking dan lateral thinking. Ketika menjelaskan tentang isu urbanisasi yang menjadi tantangan pada masa kini dan mendatang, juga tentang isu otoritas dan instrumentalitas, beliau menggunakan cara berpikir vertikal yang memiliki urutan-urutan logis dan memenuhi tuntutan akal sehat.
Cara berpikir lateral mulai dioperasikan ketika beliau membahas tentang isu fasad kelima dan fasad keenam. Asosiasi acak memungkinkan beliau melihat atap dan lantai atau fondasi sebagai fasad bangunan yang dalam pemahaman arsitektural secara umum tidak pernah terpikirkan. Dalam studi tentang relief candi, mulai beroperasi cara berpikir asosiasi perbandingan berupa analogi. Di bagian akhir, untuk penerapan konsep-konsep yang dihasilkan dari proses penjelajahan tersebut ke dalam proyek nyata digunakan asosiasi perbandingan berupa metafora.
Stephen Cairns mengajarkan pada kita suatu cara menggali inspirasi dari preseden historis secara kreatif. Tidak meniru langsung sebagai bentuk mimikri, tetapi melalui proses inkubasi benih-benih gagasan dan proses transformasi formal yang pada awalnya mungkin tidak terpikirkan. Mungkin ada yang menilai bahwa tahapan-tahapan proses kreatif yang dilalui Stephen Cairns tersebut terlalu subyektif, alay, dan tidak rasional, namun pendekatan yang bersifat ideosinkresi tetap memiliki nilai karena bisa juga membuahkan hasil yang kreatif dan inovatif. Sudah saatnya kita membuka diri pada cara berpikir bebas, outside the box, berdasarkan kerangka berpikir yang fleksibel.