Christina Gantini: Arsitektur dan Tradisi Demokrasi
Laboratorium Sejarah, Kajian Teknologi dan Desain – Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) telah menggelar bedah karya ilmiah dalam wacana populer edisi kelima pada Minggu, 18 November 2018. Kegiatan ini membedah-membahas disertasi dari Dr. Ir. Christina Gantini, M.T. yang diselesaikan di Universitas Katolik Parahyangan Bandung pada tahun 2014.
Moderator acara, Dr. Ir. Maria I. Hidayatun, M.A. – dosen arsitektur Universitas Kristen Petra Surabaya menjelaskan bahwa disertasi ini dibahas dari dua sudut pandang berbeda. Pertama oleh Dr. Ir. Yuswadi Saliya, M.Arch. dari sisi luar, utamanya pengetahuan arsitektur dan demokrasi. Kedua dari Dr. Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, M.T. yang merupakan orang Bali, sehingga bisa melihat disertasi ini lebih ke dalam lagi dari apa yang dialaminya sendiri dalam keseharian di Bali.
Dr. Ir. Christina Gantini, M.T. – dosen arsitektur Institut Teknologi Bandung memaparkan bagaimana masyarakat banjar adat di Bali menjalankan aktivitas demokrasi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bahwa masyarakat banjar di Bali telah menganut tradisi demokrasi yang terdiri dari: 1) Kebebasan, disebut dengan konsep Aditiva; 2) Egaliter yang disebut dengan patuh/pateh; 3) Solidaritas, yang juga disebut sebagai menyamabraya. Nilai-nilai demokrasi ini digambarkan dalam aspek bangunan sebagai berikut: 1) Kebebasan direpresentasikan oleh aspek tapak/site bangunan; 2) Egaliter direpresentasikan oleh aspek tektonika bangunan; dan 3) Solidaritas direpresentasikan oleh aspek guna bangunan.
Pembahasan oleh Dr. Ir. Yuswadi Saliya, M.Arch. – dosen arsitektur Universitas Katolik Parahyangan memberikan pandangan berupa pokok-pokok isu yang harus diperhatikan dalam melihat disertasi ini. Antara lain cara pembacaan, di sini Yuswadi Saliya memberikan contoh pembacaan dari Louis Hellman: Kebutuhan, Iklim, Teknologi, Msyarakat dan Kebudayaan. Juga pembacaan dari Collin Rowe: Epistemologi, Eskatologi, Ikonografi, Mekanisme dan Organisme. Selain itu, juga harus dilihat dari tradisi demokrasi Barat serta arsitektur sebagai bahasa/komunikasi. Dengan demikian, hubungan antara arsitektur dan demokrasi bisa ditafsirkan dengan lebih meyakinkan.
Sedangkan Pembahas kedua Dr. Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, M.T. – dosen arsitektur Universitas Udayana menyatakan bahwa disertasi tersebut sangat menarik. Tetapi yang lebih penting adalah bahwa banjar di Bali sangat sadar dengan situsi kontemporer yang terjadi dan sangat terbuka terhadap perubahan. Jadi, bukan representasi demokrasi secara umum, tetapi representasi dari karakteristik masyarakat Bali dalam mengambil keputusan di tingkat banjar. (Linda)