Kereta cepat di Indonesia masih merupakan hal baru yang sedang panas-panasnya diberitakan. Isu ini dimulai dari pertengahan tahun 2015, dan diperkuat ketika PT Pilar Sinergi BUMN menandatangi kontrak kerjasama dengan China Railway International Co.Ltd dalam pembangunan kereta cepat. Dana total yang akan dikeluarkan adalah sebesar 74 triliun rupiah dengan 75% dana ini berasal dari China Development Bank.
Pada 6 Oktober 2015, Pemerintah RI menerbitkan sebuah Peraturan Presiden (Perpres) No 107 Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung, yang berisi tentang pembentukan konsorsium BUMN yang ditugaskan untuk menangani proyek kereta cepat, serta pernyataan bahwa proyek kereta cepat tidak dibiayai oleh APBN dan tidak mendapat jaminan dari pemerintah. Perpres ini bertentangan dengan Perpres No. 3 Tahun 2016 soal proyek strategis nasional yang memasukan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, sebagai salah satu proyek yang terdapat dalam daftar, memiliki hak untuk mendapatkan jaminan fiskal dan nonfiskal seperti bebas bea impor suku cadang mesin, izin menggunakan tenaga kerja asing; yang mana hal ini bertentangan apabila menggunakan asas hukum lex specialis derogate legi generalis dengan kehendak Perpres 107/2015 soal proyek ini harus memaksimalkan kandungan lokal (Pasal 6 ayat 1).
Belum lagi, muatan materi Perpres No. 107 Tahun 2015 yang menjadi payung hukum proyek kereta cepat bertentangan dengan hierarki hukum yang berada di atasnya, yakni PP No. 45 Tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran BUMN, dimana dijelaskan bahwa setiap resiko kerugian finansial ataupun selisih margin dari yang diharapkan pada proyek penugasan BUMN, maka Pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN (Pasal 65 ayat 3). Dengan demikian, pasal yang menerangkan bahwa proyek ini tidak akan mendapat jaminan pemerintah merupakan suatu kecacatan hukum.
2016 memang merupakan tahun infrastruktur bagi Indonesia. Banyak sarana dan prasarana dibangun dan dikembangkan dalam berbagai wilayah. Namun, pembangunan instan kereta cepat ini dinilai terlalu dini, karena tidak adanya alasan yang cukup kuat selain untuk meningkatkan pelayanan transportasi dalam rangka mendukung pembangunan wilayah Jakarta-Bandung. Selain itu, begitu banyak penjelasan dirasa tidak memuaskan bagi pihak KM ITB, mulai dari analisis masalah dan dampak lingkungan yang instan dan diklaim telah dikantongi oleh penyelenggara proyek, perizinan inkremental yang tidak beres, hingga ketidakjelasan status lahan yang akan dikembangkan sebagai jalur dan tempat pemberhentian kereta cepat, baik di Halim, Karawang maupun Tegal Luar. Seperti halnya Kota Baru yang diwacanakan akan dikembangkan – untuk siapakah Kota Baru itu dikembangkan?
Pada hari Selasa, 16 Februari 2016 malam, KM ITB diundang ke hotel Grand Royal Panghegar, dalam rangka menghadiri sosialisasi Proyek Kereta Cepat yang melibatkan Menteri BUMN sebagai narasumber, pada hari Jum’at 19 Februari 2016. Maka dari itu, kabinet memutuskan untuk menyelenggarakan aksi lapangan bernama “kereta-keretaan” yang akan diadakan di jalan Merdeka selama sosialisasi berlangsung. Aksi lapangan ini berbentuk pembagian kertas pernyataan sikap dan juga mie instan kepada masyarakat sekitar. Aksi ini juga disertai pembacaan puisi, orasi, dan pawai sebaris berbentuk kereta-keretaan sambil menyanyikan lagu yang sudah ditentukan. Tujuan dari aksi ini adalah mengajak menteri BUMN untuk berdiskusi dalam sebuah diskusi publik bersama KM ITB yang dicanangkan pada hari Minggu, 21 Februari 2016 di kampus ITB Ganesha.
Pada hari Kamis, 18 Februari 2016, sebuah forum audiensi diadakan bersama Kongres KM ITB terkait dengan pengatasnamaan KM ITB atas sikap dan aksi lapangan yang akan dibawa ke sosialisasi Proyek Kereta Cepat. Sikap dan aksi lapangan disahkan dengan syarat langkah yang akan diambil setelah aksi lapangan dilakukan sudah jelas.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sudah dikaji oleh tim kabinet, berikut adalah sikap yang dibawa pada hari Jum’at, 19 Februari 2016:
- Menolak Pembangunan Instan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, sebelum adanya:
- Pengkajian ulang mengenai kelayakan secara sosial disamping kelayakan finansial
- Harmonisasi kebijakan yang bertentangan,
- Pemantapan SDM dan teknologi supaya kandungan lokal dalam pengerjaan proyek
- Menuntut agar proses pembangunan sesuai dengan aturan, prosedur, dan kaidah yang berlaku;
- Mendukung penuh rencana pemerintah mengenai percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah yang kurang berkembang, sebagai wujud pengamalan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia, dan memperkuat kerangka Persatuan Indonesia;
- Menuntut Menteri Negara BUMN untuk memberikan kejelasan, berkaitan dengan proyek ambisius yang sarat kepentingan asing dan sangat politis ini, mengenai Trase, AMDAL, Kejelasan antar kebijakan yang simpang siur, Rencana Pengembangan Kawasan di 4 Transit, Rencana Investasi Proyek, dan Dokumen Studi Kelayakan dalam sebuah diskusi terbuka bersama mahasiswa dan masyarakat Jawa Barat di Kampus ITB Ganesha pada hari Minggu tanggal 21 Februari 2016.
Dengan dilakukannya pernyataan sikap dan aksi lapangan, diharapkan media dapat membawa topik ini ke atas sehingga dapat menggugah para stakeholder agar tidak melakukan aksi yang terlalu terburu-buru. KM ITB berharap agar pembangunan kereta cepat ini dapat dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran, serta dapat membangkitkan cita-cita menuju kemandirian bangsa.
Dikutip dari:
- Press release KM ITB tentang “Pernyataan Sikap Keluarga Mahasiswa ITB Terhadap Pembangunan Instan Kereta Cepat Jakarta-Bandung”, Bandung, 18 Februari 2016
- https://www.facebook.com/notes/luthfi-muhamad-iqbal/jurnal-aksi-01-menolak-pembangunan-instan-kereta-cepat/10153921696552389?qid=6253223946192891222&mf_story_key=-6040668252532844114
Penulis: Fonna Dista Dy’13 (10513066)