Enter your keyword

KULIAH LAPANGAN PP 6001 STUDI KASUS (Tur Wisata Kereta Api Bandung – Cianjur – Gunung Padang)

KULIAH LAPANGAN PP 6001 STUDI KASUS (Tur Wisata Kereta Api Bandung – Cianjur – Gunung Padang)

KULIAH LAPANGAN PP 6001 STUDI KASUS (Tur Wisata Kereta Api Bandung – Cianjur – Gunung Padang)

di_stasiun_Lampegan[1]
Pada tanggal 12 Juni 2011, delapan orang mahasiswa Program Magister Terapan Perencanaan Kepariwisataan ITB, Angkatan 2010 mengikuti tur wisata kereta api Bandung – Cianjur – Gunung Padang. Keikutsertaan kedelapan mahasiswa ini merupakan bagian dari kuliah lapangan untuk mata kuliah Studi Kasus yang diselenggarakan pada semester genap tahun 2010/2011.
Tur Wisata Kereta Api Bandung – Cianjur – Gunung Padang merupakan salah satu bentuk pengembangan pariwisata yang mengintegrasikan beberapa daya tarik wisata yang memiliki tema yang sama, yaitu potensi geowisata sejarah pembentukan Danau Bandung Purba, potensi geowisata Karst Citatah, serta potensi sejarah dan geologis Situs Gunung Padang. Ketiga potensi besar tersebut sebagian besar dihubungkan oleh jalur kereta api tertua di Jawa Barat yang pertama kali dioperasikan pada tahun 1884. Jalur wisata kereta api ini juga merupakan salah satu contoh pengembangan pariwisata yang mengintegrasikan beberapa daerah menjadi satu destinasi pariwisata, dalam hal ini Kota Bandung dan Kabupaten Cianjur, serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, dan PT. Kereta Api Indonesia. Jadi, dengan mengikuti tur ini, mahasiswa Program Magister Terapan Perencanaan Kepariwisataan Tahun 2010 memperoleh wawasan dan pengetahuan tentang pengembangan geowisata sebagai alternatif jenis pariwisata yang dapat dikembangkan, integritas dalam pengembangan pariwisata, perlunya interpretasi yang baik dalam pengembangan pariwisata, serta memperoleh pengalaman sebagai wisatawan minat khusus.
Tur yang diselenggarakan oleh Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan ITB ini dipimpin oleh Dr. Ir. Budi Brahmantyo, M.Sc., ahli geowisata ITB, yang juga merupakan Kepala Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan ITB, dan aktif sebagai dosen di Jurusan Teknik Geologi ITB. Tur ini dimulai pada jam 07.30 sampai 15.00, dan tidak hanya diikuti oleh mahasiswa Program Magister Terapan Perencanaan Kepariwisataan saja, tetapi juga peserta lain yang berasal dari berbagai kalangan: mahasiswa, professional, dosen, maupun keluarga.
Perjalanan tur wisata kereta api diawali di Taman Ganesha ITB menuju Stasiun Padalarang. Di Stasiun Padalarang telah menunggu kereta api ekonomi Bandung – Cianjur yang akan berangkat menuju Cianjur pada jam 08.40. Sedikit mulur, kereta api baru berangkat jam 9. Para peserta tur berbaur dengan masyarakat pengguna kereta api lainnya. Di sepanjang perjalanan Bandung – Cianjur, Pak Budi Brahmantyo menjelaskan mengenai sejarah pembentukan Danau Bandung Purba, seperti tempat terbendungnya Citarum Purba dan tempat lahirnya Legenda Sangkuriang di sekitar Padalarang, Lembah Citarum Purba di sekitar Stasiun Tagogapu dan Pasir Kolecer, serta aktivitas masyarakat di sekitar Karst Citatah dan Situs Gua Pawon. Perjalanan dari Stasiun Bandung ke Stasiun Cianjur ditempuh dalam waktu 2 jam. Para peserta kemudian melanjutkan perjalanan ke Stasiun Lampegan. Karena jalur kereta api ke Stasiun Lampegan masih dalam perbaikan, perjalanan ke Stasiun Lampegan ditempuh dengan menggunakan bis. Di Stasiun Lampegan, peserta tur diajak menyelusuri terowongan yang dibangun pada tahun1879. Setelah puas menjelajahi terowongan, peserta melanjutkan perjalanan ke Situs Gunung Padang yang hanya berjarak sekitar 15 menit perjalanan menggunakan bis dari Stasiun Lampegan.
Situs Gunung Padang merupakan bangunan berundak terbuka yang memiliki nilai arkeologis yang tinggi, terutama dalam struktur dan bahan pembentuknya. Menurut ahli arkeologi dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (R.P. Soejono), bentuk dan cirri situs ini serupa dengan peninggalan megalitik yang dibawa oleh bangsa Austronesia. Selain memiliki nilai arkeologis, situs ini juga memiliki nilai budaya yang tinggi karena merupakan perwujudan dari sistem sosial yang berlaku pada masa itu. Masyarakat meyakini bahwa situs tersebut merupakan bangunan istana yang belum selesai dibangun oleh Prabu Siliwangi dalam waktu semalam. SItus ini juga merupakan perwujudan dan sistem teknologi dan ideologi yang dianut masyarakat pada masa itu. Untuk melihat situs tersebut, para peserta harus menaiki anak tangga yang berjumlah lebih dari 300.

No Comments

Post a Comment

Your email address will not be published.